Banjir Bandang Di Panyabungan.
Pada tgl 28 April 2013, jam 17 WIB, angin kencang mulai datang. Cukup kuat dan amat membuat saya takut. Pada waktu itu saya sedang menuju masjid Taqwa untuk melaksanakan sholat Ashar. Kebetulan pada waktu ini saya tidak ikut berjamaah, jadinya saya akan melakukan sholat sendiri saja di mesjid Taqwa. Disaat pulang dari masjid, saya sudah mulai melihat angin kencang berpusar di depanku. Debu debu beterbangan. Sampai sampai saya takut kalau anginnya bertambah kencang dan akan membuat saya tidak bisa ke tempat usaha saya sekembalinya saya dari mesjid. Namun begitu perjalanan yang tak begitu jauh kuteruskan saja hingga sampai ke toko saya.
Sesampai di toko, hujan mulai datang. Langit tiba tiba menjadi gelap Karena awan hitam yang cukup banyak mengandung hujan. Angin bercampur hujan mulai menghantam kota Panyabungan. Toko terpaksa ditutup karena derasnya hujan dan karena kencangnya angin. Meski toko tutup, toh kami juga tak bisa pulang ke rumah karena derasnya hujan. Yakin jika hujannya lebat begini, pasti hujannya tak lama. Jadi kami tunggu saja hingga hujan reda. Tapi rupnya hujan tak kunjung reda.
Tak lama kemudian, ada orang berteriak mengatakan bahwa sungai Aek Mata makin besar. Saya segera memeriksanya. Memang benar juga makin besar, tapi saya yang biasa berada di lokasi ini tak merasa takut karena sungai Aek Mata ini tak pernah meluap sepanjang saya mengenal sungai ini.
Lama menunggu hujan yang tak kunjung berhenti, hingga akhirnya jam sudah menunjukkan jam 17.45, sungai makin besar dan deras. Saya kembali memerikasa sungai dengan pelanggan saya bernama Kasrin. Airnya mulai meluap. Aliran sudah taklagi bisa membendung air deras yang datang. Firasat saya mengatakan bahwa air akan semakin besar dan akan membahayakan. Saya segera ke toko dan mengangkati barang barang yang lebih berharga ke tempat yang lebih tinggi di dalam toko saya. Ketika saya kembali melirik ke arah sungai, ternyata toko tak lagi bisa dijaga. Air sudah makin besar dan sudah lebih besar dari luapan luapan sebelumnya. Dengan sesegera mungkn kamimenutup took. Putri saya yang sulung segera saya suruh pulang naik becak. Karyawan saya ku suruh pulang. Saya bersama istri segera pulang naik motor. Pulang menembus hujan yang masih datang karena melihat sungai Aek Mata akan meluap dan mengakibatkan banjir bandang.
Begitu kami pulang melalui jalan raya, astaga. Rupanya jalan raya juga sudah tidak bisa dilalui. Sungai Aek Tolang yang ada di seberang jalan raya, yaitu yang ada di hulu pasar lama juga telah meluap. Pasar lama kebanjiran. Ini pertama kali saya melihat pasar lama Panyabungan kebanjiran. Jalan raya dipenuhi air. Motor kami tak lagi bisa melewati banjir di jalan raya yang begitu dalam airnya. Kami memutar arah dan berharap akan biasa pulang ke rumah dari jalan Lintas Timur. Tapi rupanya disana juga sudah tak bisa dilalui. Kami terjebak ditengah jalan dan terpaksa pergi ke arah Telkom yang lebih tinggi. Motor terpaksa kami tinggalkan agar bisa berjalan kaki menuju pulang walaupun dengan berjalan melintasi banjir yang sudah sangat dalam. Motor kuparkirkan saja di depan RSU Panyabungan dan meninggalkkannya begitu saja. Berharap nanti saja motor akan kuambil kembali.
Saat melintasi pasar Lama Panyabungan, disinilah kulihat air sudah meluap dari sungai AekTolang. Air sudah memasuki toko yang berderet di pinggir jalan. Termasuk toko saya sendiri. Tak ada yang bisa dilakukan. Di pasar ini kutemui putri saya yang sulung. Rupanya ia juga tak bisa lagi puang ke rumah. Sama seperti kami. Setelah berkumpul, kami akhirnya sama sama menuju pulang dan melintasi banjir yang kian dalam. Jalan raya yang dulunya berlantai aspal beton, kini sudah berlantai batu dan pasir yang tak datar lagi saat dipinjak. Susah untuk melaluinya. Sambil berjalan kusaksikan saja air memasuki tokotoko. Kebanjiran telah menghanguskan barang orang banyak. Bagaimana kesudahannya, semua hanya kuserahkan pada Ilahi
Tiba di rumah, saya kembali ke pasar lama untuk memeriksa keadaan toko saya. Saya sudah sedikit merasa lega karena arsip yang ada di tangan saya, istri dan putri saya sudah sampai di rumah. Di tengah jalan menuju pasar, adzan Magrib sudah berkumandang. Saya suda basah kuyup. Memikirkan akan menuju toko yang kebanjiran atau sholat lebih dulu, saya sempat berhenti di depan masjid. Tapi saya berpikiran, andainya banjir makin parah, apa yang bisa saya lakukan. Lebih baik berharap pada Tuhan semoga keadaan akan semakin baik. Lalu kupilih akhirnya sholat berjamaah dulu, sementara Pasar lama sedang dilanda banjir bandang.
Usai sholat, saya kembali ke pasar lama, rupanya air sudah mulai surut. Saya terus menuju toko saya. Rupanya air memang benar suda masuk ke dalamnya. Lumpur yang jadi peninggalan banjir sudah terhampar di dalam toko saya. Lumpur ini akhirnya saya bersihkan bersama karyawan saya keesokoan harinya.
Besok harinya baru saya tahu lebih jelas seluruhnya tentang akhibat banjir ini. Memang banjir bandang di Panyabungan ini sangat banyak memakan korban harta benda. Di sepanjang aliran Sungai Aek mata, rumah rumah terendam dan bahkan ada sampai yang hanyut. Harta berda berhanyutan mulai dari hulu hingga hilir. Begitu juga di sepanjang sungai Aek Latong. Kejadian ini merupakan kenangan yang tak terlupakan tentang tragedi banjir di Panyabungan. Kejadian banjir bandang yang menghantam Panyabungan Mandailing Natal. Semoga banjir seperti ini tak akan pertah terjadi lagi di bumi Panyabugan Madina.